Selamat Datang....

Punya masalah finansial, sistem akuntansi, atau masalah perhitungan dan pembayaran pajak perusahaan maupun perorangan? Bergabunglah bersama kami, kami senantiasa membantu dan memberi solusi bagi permasalahan anda.

Kamis, 19 Maret 2020

Belum Sempat Lapor SPT Tahunan? Deadline Penyampaian SPT Tahunan OP & Badan Diundur...

Virus corona semakin merebak di Indonesia sehingga mengubah banyak jadwal kegiatan. Termasuk tenggat waktu pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh).

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberikan jangka waktu lebih panjang untuk penyampaian dan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi hingga 30 April 2020.

Setiap tahunnya, pelaporan SPT sendiri dilakukan paling lambat bulan Maret. Namun, dengan adanya wabah virus corona Ditjen Pajak memberikan relaksasi batas waktu pelaporan dan pembayaran hingga April.

"Untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan tahun pajak 2019, maka Ditjen Pajak juga memberikan relaksasi batas waktu pelaporan dan pembayaran sampai dengan 30 April 2020 tanpa dikenai sanksi keterlambatan," tulis keterangan resmi Ditjen Pajak.

Informasi ini juga dibenarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, @smindrawati. Dia mengatakan di tengah mewabahnya corona dirinya melakukan koordinasi kebijakan dengan bawahannya lewat video conference.


Beberapa keputusan pun dapat diambil meskipun dirinya tidak melakukan koordinasi secara langsung. Salah satunya menyetujui usulan Ditjen Pajak untuk merelaksasi batas pelaporan SPT 2019.

"Menyetujui usulan Dirjen Pajak, untuk menetapkan status kahar dan memperpanjang waktu penyerahan SPT Wajib Pajak Pribadi dari akhir Maret menjadi April 2020," tulis Sri Mulyani dalam keterangan unggahannya.

Kemudian Ditjen Pajak juga menutup pelayanan perpajakan yang dilakukan langsung, baik lewat Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona.

Penutupan layanan langsung ini dilakukan mulai 16 Maret hingga 5 April 2020 mendatang. Wajib Pajak tetap dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan maupun masa melalui sarana pelaporan elektronik atau online.

Sumber berita: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4946073/catat-ya-batas-waktu-lapor-spt-mundur-ke-30-april?tag_from=wp_beritautama&_ga=2.36537504.1620691541.1584454384-1234922830.1500610314

Kamis, 12 Maret 2020

Proteksi Daya Beli Masyarakat, Pemerintah Tanggung PPh Atas Gaji

Pemerintah akan melaporkan rancangan insentif alias stimulus jilid II kepada Presiden Joko Widodo hari ini. Dalam stimulus jilid II ini pemerintah memutuskan untuk menanggung pajak penghasilan (PPh) pasal 21, menangguhkan PPh pasal 25 dan Pasal 22, serta mempercepat restitusi.
Rancangan tersebut sudah diputuskan pada rapat koordinasi (rakor) tingkat menteri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam rapat tersebut belum memutuskan sektor mana saja yang akan merasakan insentif tersebut.
Sambil menanti keputusan dari Presiden Jokowi, detikcom mencoba membuat simulasi hitungan besaran gaji yang didapat seorang karyawan sebelum dan sesudah dipotong pajak.
Perlu diketahui, tujuan pemerintah menanggung pajak PPh Pasal 21 untuk mempertahankan daya beli masyarakat di tengah serangan virus corona (covid-19) yang membuat beberapa produksi industri menurun.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subyek pajak dalam negeri.

Tarif PPh Pasal 21 untuk seorang yang memiliki gaji tahunan sampai Rp 50 juta berdasarkan Pasal 17 UU PPh dikenakan sebesar 5%. Untuk penghasilan Rp 50 juta-Rp 250 juta, PPh dikenakan sebesar 15%. Lalu penghasilan Rp 250 juta-Rp 500 juta, tarif pajaknya 25%. Sementara penghasilan di atas Rp 500 juta dikenakan tarif pajak 30%.
Untuk karyawan dengan gaji Rp 6.000.000 per bulan maka terkena tarif 5%. Sehingga yang didapat setelah dipotong pajak sebesar Rp 5.925.000. Angka tersebut juga sudah termasuk pengurangan dari nilai batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
PTKP adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya di bawah PTKP tidak akan dikenakan PPh. Besaran PTKP di Indonesia sebesar Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan.
Hitungannya, Rp 6.000.000 dikali 12 (1 tahun) = Rp 72.000.000, lalu dari Rp 72.000.000 dikurangi Rp 54.000.000 (PTKP) = Rp 18.000.000. Dari Rp 18.000.000 x 5%= Rp 900.000. Angka Rp 900.000 ini merupakan pajak penghasilan dalam satu tahun, sehingga Rp 900.000 dibagi 12 = Rp 75.000. Dengan begitu, Rp 6.000.000 - Rp 75.000= Rp 5.925.000.
Simulasi hitungan ini juga berlaku sama bagi karyawan yang bergaji Rp 50 juta hingga 500 juta per bulannya atau lebih tinggal menyesuaikan tarif PPh sesuai ketentuan.
Jika pajak PPh ditanggung pemerintah maka untuk karyawan yang memiliki gaji Rp 6.000.000 per bulan akan mendapatkan penuh. Perlu dicatat, angka Rp 6.000.000 ini belum termasuk potongan-potongan yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan, seperti asuransi, koperasi, dan lain sebagainya.